Selama proses penatoan, semua laki-laki yang ada di dalam rumah tersebut tidak boleh keluar dan seluruh anggota keluarga wajib menjalani pantangan.
Jika hal-hal tersebut dilanggar, konon keselamatan anak gadis tersebut bisa terancam.
Nah, walau masyarakat Dayak tidak mengenal kasta, status sosial ditunjukan dari tatonya.
Baca Juga: Lirik Lagu Aek Kapuas, Lagu Daerah Kalimantan Barat, Menceritakan Tentang Sungai Kapuas
Anggapannya, semakin banyak tato maka semakin kaya. Sementara orang Dayak yang tak bertato, derajatnya dianggap lebih rendah.
Secara religi, masyarakat juga menganggap tato layaknya obor. Diharapkan semakin banyak ‘obor’, maka jalannya semakin terang saat menuju alam keabadian alias kematian.
Bahan dan Cara Tradisional
Untuk peralatan yang dipakai saat membuat tato, sebetulnya tidak banyak berubah, hanya jarumnya saja yang berganti mengikuti jaman.
Jika pada jaman dulu duri pohon jeruk yang tajam dipakai untuk melubangi kulit, sekarang suku Dayak sudah mengenal jarum.
Sedangkan untuk tintanya, masih memakai jelaga atau abu dari pembakaran yang berwarna hitam pekat. Proses tatonya pun sederhana.