Tanpa modal tapi dibekali wajah lumayan ayu, berkulit kuning langsat layaknya amoy, dan juga berhidung mancung, Helen diterima ketika melamar sebagai pelayan di salah satu restoran masakan Kwetiau di Pontianak.
Baca Juga: Covid-19 kian Misterius: Direstui Alam untuk Lawan Vaksinasi Global?
Karena terlanjur kecanduan narkoba, gaji yang kecil membuat Helen akhirnya mencari tambahan dengan berbagai cara, dan belakangan terjebak ke dunia prostitusi, yang kemudian dijalaninya selama lebih 10 tahun.
Saat mulai menua untuk ukuran daya tarik wanita di dunia prostitusi, Helen terpaksa turun 'derajatnya': dari berkelas ke kelas jalanan, dan belakangan nongkrong setiap malam di Jalan Sidas, Kelurahan Marina, Kecamaan Pontianak Kota, dekat kompleks Pelabuhan Dwikora.
Usai menerima bayaran dari pelanggan, yang minimal Rp 300 ribu short time atau tergantung negoisasi, Helen kerap ke Kampung Beting, pemukiman 'sarang narkoba' di Pontianak: membeli sabu atau ineks. Pada 2017, Helen ditemukan tewas gantung diri di kamar indekosnya. Helen ternyata over dosis sabu. Dari mulutnya yang berbusa, tercium aroma tajam ekstasi.
Baca Juga: Danrem 121/Abw Sampaikan Duka Cita dan Belasungkawa atas Gugurnya Kabinda Papua
Harus Datangi Kampung Halaman
Badan Imigrasi Nasional (NIA) Taiwan sendiri sudah lama mengendus praktik tersebut. Banyak memang wanita dari luar Taiwan termasuk dari Indonesia yang hidup layak di Taiwan.
Sebaliknya, tak sedikit pula yang ditelantarkan suami, jadi korban kekerasan dalam rumah tangga, atau terjebak ke dunia pelacuran.
Itu sebabnya masalah pernikahan lintas negara di Taiwan semakin diperketat. Tujuannya, antara lain, mengantisipasi terjadinya kasus perdagangan manusia.