KALBAR TERKINI -- Kerusuhan terjadi di Prancis terjadi sejak Selasa 27 Juni 2023, setelah polisi menembak mati remaja 17 tahun bernama Nahel.
Kejadian yang memicu ribuan warga Prancis tersebut bermula ketika Nahel M dari Nanterre diberhentikan oleh dua petugas polisi karena melanggar peraturan lalu lintas saat mengendarai Mercedes kuning pada Selasa pagi.
Awalnya polisi melaporkan bahwa seorang petugas telah menembak Nahel, karena mengendarai mobil ke arah petugas polisi tersebut.
Namun kronologi ini ternyata palsu setelah video saat kejadian beredar di media sosial.
Pada rekaman tersebut menunjukkan dua petugas polisi berdiri di samping mobil yang tidak bergerak, dengan satu orang menodongkan senjata ke pengemudi.
"Kamu akan mendapatkan peluru di kepala," tegas petugas polisi melanjutkan dengan melepaskan tembakan.
Polisi berusia 38 tahun yang merekam tembakan mematikan ditahan setelah itu dan sedang diselidiki atas pembunuhan tersebut.
Penembakan yang dilakukan oleh polisi Prancs itu buntut dari perubahan undang-undang pada tahun 2017 yang memberi wewenang lebih besar kepada petugas untuk menggunakan senjata mereka dan yang sekarang sedang dalam pengawasan.
"Apa yang saya lihat di video ini adalah eksekusi oleh polisi terhadap seorang anak berusia 17 tahun, di Prancis, pada tahun 2023, di siang hari bolong," terang Marine Tondelier yang merupakan politisi sayap kiri Prancis.
10 Ribu Mobil Dibakar Massa
Protes di beberapa kota di Prancis tersebut mengakibatkan sekitar 10.000 mobil dibakar dan 6.000 orang ditangkap.
Sekitar 2.000 polisi anti huru-hara dikerahkan di dan sekitar Paris pada Rabu 28 Juni 2023 malam waktu setempat, saat pengunjuk rasa meluncurkan kembang api dan membakar mobil di wilayah Nanterre.
Polisi juga terlibat bentrok dengan pengunjuk rasa di kota utara Lille dan di Toulouse.
Baca Juga: Hadapi Disrupsi, BRI Terapkan 3 Fokus Utama Dalam Transformasi Digital
Unjuk rasa juga terjadi di Amiens, Dijon, dan Essonne di mana pengunjuk rasa membakar sebuah bus setelah semua penumpangnya turun dari bus tersebut.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Geraos Darmanin juga mengatakan pengunjuk rasa yang memicu kerusuhan juga telah melakukan hal yang memalukan.
Gerald mengatakan kerusuhan yang terjadi tak bisa dibenarkan dan merupakan bentuk serangan terhadap republik.***