Putin dan Zelensky akan Dihadirkan di G-20, Jokowi Dipuji, Joe Biden Dilanda 'Sakit Kepala Diplomat'!

- 27 Juni 2022, 10:46 WIB
Ilustrasi Jokowi diantara Presiden Ukraina Zelesnkyy dan Vladimir Putin
Ilustrasi Jokowi diantara Presiden Ukraina Zelesnkyy dan Vladimir Putin /Istimewa/Rakyat Merdeka


KALBAR TERKINI - Presiden Joko 'Jokowi' Widodo harus diberi kesempatan untuk menjadi duta perdamaian terkait perang Rusia vs Ukraina.

Upaya damai ini bakal dilakukan oleh Jokowi lewat kunjungannya ke Rusia dan Ukraina, sekaligus mengundang kedua pemimpin negara untuk menghadiri pertemuan G-20, sekalipun Ukraina bukan anggota blok ekonomi tersebut.

Di satu sisi, sikap Indonesia sebagai Presidensi G-20, yang akan menggelar KTT-nya di Denpasar, Bali, November 2022, setidaknya harus diberi dipuji.

Baca Juga: Kunjungi Zelenskyy di Ukraina dan Vladimir Putin di Rusia, Ini Agenda Utama Presiden Jokowi ke Eropa Timur

Penggambaran AS secara terus-menerus tentang Rusia sebagai 'paria' global, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com dari The Washington Post, Rabu, 4 Mei 2022, telah menohok AS secara global.

Sebab, telah menjadi kenyataan bahwa tidak semua negara dari mitra Washington yang siap untuk memberikan sikap dingin ke bekas negara adidaya bersenjata nuklir itu.

Dan dalam prosesnya, sikap semisal Jokowi mengundang Putin ke KTT G-20, telah membuat sakit kepala diplomatik bagi Presiden AS, Joe Biden.

Baca Juga: Wujudkan Pasific Elevation, Tantowi Yahya Ungkap Misi Besar Presiden Jokowi di Kawasan Asia Pasific

Sementara dilansir dari The Diplomat, Kamis, 23 Juni 2022, kunjungan Jokowi tersebut bukan hanya dalam kapasitas sebagai presiden -dari negara terpadat di Asia Tenggara- tetapi juga sebagai Ketua G-20.

Akibat 'operasi militer' Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari 2022, ketidaknyamanan keanggotaan Rusia dalam G-20, juga mengancam membayangi kepemimpinan Indonesia di G20, yang mengusung tema pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Negara-negara Barat telah mengancam akan memboikot pertemuan G-20, jika Putin diizinkan hadir.

Baca Juga: Dunia Terancam Krisis Global Besar, Jokowi Minta Pemda Paham Situasi: Perbanyak Belanja Barang Sendiri

Beberapa negara juga berpendapat bahwa Rusia harus dikeluarkan dari G-20, persis ketika Rusia dikeluarkan dari G7 setelah aneksasinya ke Krimea pada 2014.

Masih dari ulasan The Diplomat, Indonesia secara hati-hati menghindar untuk berpihak dalam konflik Rusia-Ukraina.

Indonesia berjanji untuk mempertahankan fokus kepemimpinannya pada isu-isu ekonomi yang menjadi fokus tradisional G-20, dan menolak menarik kembali undangannya kepada Putin untuk menghadiri KTT G-20.

Untuk mengimbangi posisinya sekaligus meredam kritik Barat, Jokowi juga telah menyampaikan undangan kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky untuk hadir, baik secara langsung, atau (lebih mungkin) melalui tautan video.

Baca Juga: Ajak Amalkan Ajakan Bung Karno, Presiden Jokowi Ingatkan Kekuatan Gotong Royong Demi Ketahanan Pangan

Ancaman pemboikotan G-20, setidaknya, sebagian menjelaskan tentang sudah masuknya Jokowi ke dalam mediasi konflik internasional.

Padahal, hal ini merupakan sesuatu yang umumnya dihindari oleh Jokowi dalam delapan tahun masa kepresidenannya.

Terkait apakah Jokowi akan berhasil meyakinkan Putin untuk menyerah, memang masih harus dilihat, tapi bagaimanapun Jokowi harus diberi kesempatan untuk melakukannya hingga ke 'tingkat tertentu'.

Pemerintah Indonesia telah mengkonfirmasi laporan sebelumnya bahwa kunjungan ke Ukraina dan Rusia adalah semata untuk mendorong resolusi perang yang terus berlangsung.

Sementara The Star melansir DPA pada Minggu, 26 Juni 2022, bahwa Indonesia memilih resolusi Majelis Umum PBB pada Maret 2022, yang mengutuk serangan militer Moskow di Ukraina, tetapi tidak secara langsung mengkritik Rusia.

AS dan negara-negara Barat lainnya telah menyerukan agar Rusia dikeluarkan dari G-20, tetapi Indonesia bersikeras bahwa semua negara anggota harus diundang.

Adapun sikap Jokowi ini mendapat pujian dari The Washington. Post, edisi Rabu, 4 Mei 2022. Sebab, telah menjadi kenyataan bahwa tidak semua negara mitra Washington, siap memberikan sikap dingin ke Rusia.

Dalam prosesnya, negara-negara ini telah membuat sakit kepala diplomatik bagi Presiden Biden.

Kembali pada Maret 2022, Biden mendesak untuk mengeluarkan Rusia dari G-20. Jika tidak, maka Ukraina setidaknya harus dapat bergabung dalam pertemuan tersebut.

“Indonesia ingin menyatukan G-20. Jangan sampai ada perpecahan,” kata Jokowi, yang membenarkan telah mengundang Putin dan Zelensky.

“Perdamaian dan stabilitas adalah kunci pemulihan, dan perkembangan ekonomi dunia," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Solo ini.

The Washington Post menulis, di sinilah segalanya menjadi rumit bagi Biden.

Apakah Biden bakal menghadiri pertemuan puncak dengan seorang pemimpin dunia yang dicapnya sebagai penjahat perang, yang dengannya tidak ada bisnis seperti biasa?

Atau, bisakah seseorang selain presiden hadir untuk menggantikannya di KTT G-20?

Apakah AS memboikot KTT sepenuhnya, dan menyerahkan salah satu pertemuan ekonomi internasional utama dunia ke China (dan Rusia)?

Tidak ada persyaratan untuk pertemuan bilateral, tapi ada kemungkinan pertemuan yang canggung dan tidak direncanakan lainnya di KTT G-20.

Pers telah menanyakan tentang apakah pemogokan Menteri Keuangan AS Janet L Yellen dari acara G-20 di Washington, AS, yang diikuti pejabat Inggris, Kanada, dan Ukraina, mungkin menjadi pratinjau tentang bagaimana Biden mendekati pertemuan G-20.

"Ini enam bulan lagi," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki dalam pengarahan hariannya. “Kami tidak dapat memprediksi pada titik ini seperti apa bentuknya.”

Adapun keputusan Jokowi ini, tidak mengejutkan bagi Washington. Sebab, bagaimanapun, anggota-anggota G-20 lainnya, termasuk China, India, Arab Saudi dan Afrika Selatan, semuanya telah menunjukkan tingkat resistensi atas sanksi yang didorong AS ke Rusia.


Mengenai sikap protes Yellen, Psaki mengatakan kepada wartawan: “Presiden dan Sekretaris Yellen sama-sama mengatakan bahwa kita tidak dapat memiliki bisnis seperti biasa di G-20, atau di banyak forum internasional in,i karena berkaitan dengan Rusia.”

"Kami mendukung langkahnya, dan itu merupakan indikasi fakta bahwa Presiden Putin dan Rusia telah menjadi paria di panggung global," tambahnya.

Biden mendapat banyak dukungan dari sekutu, seperti Kanada, Inggris dan Australia, karena mengisolasi Putin.

Namun, Perdana Menteri Australia Scott Morrison memiliki beberapa retorika terberat tentang kehadiran pemimpin Rusia di G-20.

“Gagasan untuk duduk satu meja dengan Vladimir Putin, di mana Amerika Serikat sudah dalam posisi menyerukan kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh,” katanya pada Maret 2022.***

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Berbagai Sumber The Diplomat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x