“Saya ingin pihak berwenang mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan reptil tidak mengganggu kehidupan masyarakat,” katanya.
Dia menyampaikan simpatinya kepada keluarga kedua korban.
Menurut Wan Junaidi, ketika dia sebelumnya menjadi menteri sumber daya alam dan lingkungan, dia telah berhasil memindahkan Sarawak dari Jadwal Satu ke Jadwal Dua Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES) pada 2016 dalam sebuah konferensi di Johannesburg, Afrika, Selatan.
Hal ini menyusul kekhawatiran atas populasi buaya yang berlebihan di Sarawak.
Tetapi, meskipun sekarang ini berada di Jadwal Dua, serangan-serangan ini terus berlanjut di negara bagian itu.
Wan Junaidi menegaskan, masyarakat setempat harus diizinkan untuk terjun ke industri kulit dan daging buaya, sebagai salah satu cara untuk mengendalikan populasi reptil.
Ditekankan, hak ini dapat dilakukan dengan kontrol dan bimbingan dari pihak berwenang, di mana industri tersebut bisa meraup keuntungan miliaran ringgit secara global.***