Pasca runtuhnya Soviet, Barat berjanji untuk tidak mendekati apalagi menganggu negara-negara republik yang kehilangan induk itu.
Tapi, Barat terutama AS berkhianat atas janji yang sudah diteken di PBB itu. Pasukan NATO termasuk AS, sudah mendirikan pos di banyak wilayah bekas Soviet di Eropa Timur.
Itu sebabnya, kendati sudah menyatakan mundur, Putin masih 'bermain catur', lewat perang urat syaraf. Apalagi, dua tawatan penting dari Rusia ke NATO - yang menyangkut harga diri Bangsa Rusia- tak digubris, sekalipun inilah sebenarnya kunci jadi-tidaknya Rusia menyerang Ukraina.
Sebagaimana dilaporkan The Associated Press, dua tawaran itu, jika dikabulkan, akan meredakan ketegangan. Pertama, NATO menarik pasukannya di bekas wilayah Soviet, dan berhenti menerima negara-negara bekas Soviet sebagai anggota.
Pada Selasa lalu, Putin menyatakan bahwa Rusia tidak menginginkan perang, tapi semuanya tergantung dari negosiasi terkait kemungkinan bahwa Ukraina suatu hari nanti dapat bergabung dengan NATO.
Presiden Volodymyr Zelenskyy sendiri menegaskan bahwa pihaknya lebih baik 'secara terpaksa' mengikuti keinginan Rusia ketimbang mempertaruhkan nyawa rakyat Ukraina.
Sementara di tengah secercah harapan damai itu, Biden mengklaim bahwa 150.000 pasukan Rusia sekarang ini masih berkumpul di dekat Ukraina dan di negara tetangga Belarusia, seutu Rusia, dengan jumlah total yang meningkat dari perkiraan AS sebelumnya, 130.000 tentara.
"Klaim Rusia bahwa mereka menarik kembali pasukan akan bagus, tetapi kami belum memverifikasi itu. Memang, analis kami menunjukkan bahwa mereka tetap berada dalam posisi yang mengancam," kata Biden.***
Sumber: Sun, The Assocuaed Press, berbagai sumber