Disintegrasi Ancam Negeri Jiran Malaysia, Bagi Hasil Petronas Anaktirikan Sarawak dan Sabah

15 Juli 2022, 23:53 WIB
Ilustrasi pandemi di Malaysia.Pria 20 tahun di Serawak, Malaysia Ditangkap Karena Menyamar Sebagai Dokter Di PPV Selama 16 Hari /REUTERS/Lim Huey Teng

KALBAR TERKINI - Semenanjung Malaysia jatuh miskin jika Sarawak dan Sabah memisahkan diri sebagai Negara Bagian Federasi Malaysia.

Hal ini terulang kembali lewat kecaman dari para tokoh Sarawak dan Sabahdi Kalimantan akibat tidak meratanya pembangunan antara Semenajung dan dua negara bagian di Kalimantan atau Borneo.

Ketidakadilan ini sudah termasuk pembagian bagi hasil dari kekayaan minyak dan gas di Kalimantan yang dikelola oleh BUMN Petronas, yang notabene berada di wilayah Sabah dan Sarawak.

Baca Juga: Malaysia Terancam Bangkrut, Anwar Ibrahim: Kedepankan Rakyat, Bukan Konglomerat!

Dilansir Kalbar-Terkini.com dari Free Malaysia Today, yang melaporkan dari Kuching, Ibukota Sarawak, Sabtu, 9 Juli 2022, Menteri Hukum Wan Junaidi Tuanku Jaafar menggambarkan bahwa Pemerintah Federasi Malaysia telah berkhianat.

Pemerintah pusat juga diklaim omong kosong dalam memberlakukan Perjanjian Malaysia 1963 (Malaysia Agreement 1963/MA63).

Padahal, MA63 merupakan komitmen yang disepakati semua pihak terkait pembentukan Federasi Malaysia di mana dari Kalimantan bergabung Sarawak dan Sabah.

Baca Juga: Gotabaya Rajapaksa masih 'Ular', Inggris Usul Penangkapan, Davey: Syarat Bantuan IMF ke Sri Lanka!

Anggota parlemen ini menyatakan bahwa yang dituntut Sabah dan Sarawak saat ini bukanlah merundingkan kembali kesepakatan yang ada.

"Yang dituntut adalah pemenuhan hal-hal yang sudah disepakati. Jika kita membaca MA63, kita dapat melihat janji-janji yang diabadikan untuk menarik Sarawak dan Sabah ketika membentuk Malaysia,” katanya.

Hal ini ditegaskannya kepada wartawan di sela-sela pembagian daging sapi kurban untuk daerah pemilihannya sehubungan perayaan Idul Adha 1443 Hijriah.

Baca Juga: Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Diusir dari Maladewa: Kini Kabur ke Saudi via Singapura

Sementara itu, Wakil Ketua Barisan Nasional (BN) Mohamad Hasan, ketika berpidato di Konvensi BN Sabah di Penampang baru-baru ini, menyarankan agar kepemimpinan BN Sabah mengusulkan Perjanjian Malaysia yang baru.

Ini dinilainya merupakan scara yang lebih konkret untuk mewujudkan hak dan tuntutan negara yang diabadikan dalam MA63.

Wan Junaidi menegaskan bahwa di antara isi MA63, yang mempengaruhi Sarawak membentuk Federasi Malaysia waktu itu, adalah janji pembangunan karena semenanjung lebih maju daripada dua negara bagian itu.

“Itulah harapan semua pemimpin kita saat itu … agar Sarawak memiliki perkembangan yang sama seperti semenanjung,” katanya.

Pada Selasa, 12 Juli 2022, Free Malaysia Today melaporkan dari Petaling Jaya, dua perwakilan Sabah akan mengajukan mosi.

Mosi ini untuk mencabut perjanjian Petronas, yang merupakan bagian dari Petroleum Development Act (PDA) 1974 dalam sidang majelis negara bagian mendatang.

Anggota dewan Kadamaian, Ewon Benedick dan anggota dewan Luyang Phoong Jin Zhe, menyatakan akan memindahkan mosi tersebut selama sidang pada 18 dan 21 Juli 2022.

Keduanya menyatakan, semua UU yang disahkan Parlemen Malaysia, harus terlebih dahulu disahkan di majelis negara bagian sebelum.

Ini penting sebelum semua UU yang berkaitan dengan hak dan kepentingan Sabah, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Malaysia 1963,

Kedua menegaskan bahwa jika tidak disetujui di majelis negara bagian, maka UU itu tidak boleh diberlakukan di Sabah.

PDA mengarahkan ke pembentukan Petronas. Disebutkan, perseroan ini merupakan pengatur seluruh aset migas di dalam negeri.

Ewon dan Phoong menilai, kesepakatan itu adalah 'kesalahan besar', dan perwakilan negara yang mengizinkan kesepakatan itu, harus bertanggung jawab.

Keduanya menegaskan, Sabah membutuhkan pemimpin yang kuat, yang tidak mudah diganggu oleh pemerintah federal dan tuntutannya, yang hanya menguntungkan Putrajaya.

Ditambahkan, jika mereka tidak berhasil mencabut perjanjian, mereka akan mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali untuk menantang PDA.

Ewon dan Phoong sebelumnya meminta mantan Kepala Menteri Sabah Harris Salleh dan Joseph Pairin Kitingan untuk menjelaskan alasan mereka menandatangani perjanjian dengan pemerintah federal yang mengarah ke PDA.

Harris dilaporkan menyatakan bahwa perjanjian Petronas ditandatangani untuk mematuhi PDA setelah disahkan di Parlemen.

Menurutnya, perwakilan Negara Bagian Sabah mendukung keputusan pada saat itu, dan menantang Ewon dan Phoong untuk mengajukan mosi untuk mencabutnya.

Dilansir dari The Borneo Post, 17 November 2016, MA63 dibentuk oleh Sarawak, yang datang bersama dengan Sabah, Singapura, dan Malaya.

Semuanya dianggap sebagai mitra dengan status yang sama, untuk membentuk Federasi Malaysia sesuai dengan MA63.

Wilayah-wilayahnya sudah termasuk Landas Kontinennya sendiri, dan semua sumber daya yang melekat secara utuh.

Jaminan fakta dan niat dalam pembentukan Federasi Malaysia baru, dinyatakan dengan jelas oleh Perdana Menteri (PM) Malaysia baru ketika itu.

Pernyataan ini sempat menghilangkan keraguan tentang sifat persatuan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

“…Ketika wilayah Kalimantan menjadi bagian dari Malaysia, mereka akan berhenti menjadi koloni Inggris, dan mereka tidak akan menjadi koloni Malaya," kata PM ketika itu.

"...saya pikir, saya telah menjelaskannya, mereka akan menjadi mitra dengan status yang sama," lanjutnya.

Terkait MA63, masih dari The Borneo Post, sama sekali tidak disebutkan tentang sumber daya minyak Sarawak dalam Inter-Governmental Committee Report atau Perjanjian Malaysia berikutnya pada 1963.

Ini secara alami adalah legal dan konstitusional berada di bawah negara seperti tanah dan hal-hal lain seperti mineral yang termasuk dalam tanah itu.

Seperti yang dinyatakan JC Fong, mantan Jaksa Agung Negara Bagian Sarawak dalam bukunya bahwa Sarawak dan Sabah terus menggunakan hak atas minyak bumi yang ditemukan di dalam wilayahnya, termasuk yang ditemukan di lepas pantai.

Hak-hak itu harus diambil melalui perangkat Undang-undang Pengembangan Minyak 1974, perangkat yang meskipun disahkan oleh Parlemen.

Hanya saja, tulis The Borneo Post, perangkat UU ini tidak mengikuti ketentuan substantif dari Konstitusi Federal, dan karena itu inkonstitusional, batal demi hukum, dan tidak memiliki efek hukum. .

Pada 1954, Inggris Raya mengesahkan Perintah Sarawak (Perubahan Batas) di Dewan, yang berlaku untuk Sarawak.

Perubahan ini dengan tegas menetapkan batas-batas Sarawak untuk memasukkan landas kontinen, menjadi dasar laut dan tanah di bawahny.

Semua mineral dan sumber daya lainnya di dalam lapisan tanah itu juga milik Sarawak.

The Sarawak Interpretation Ordinance 2005 lebih lanjut mengklarifikasi ungkapan dan kata-kata UU.

Ini mencakup arti 'Sarawak' sebagai Negara Bagian Sarawak, termasuk perairan teritorialnya sebagaimana dianggap oleh hukum internasional.

Ordonansi Penafsiran Sarawak 2005 (yang mencabut dan menggantikan Ordonansi Penafsiran 1958) juga jelas didukung oleh Pasal 1 (3) Konstitusi Federal itu sendiri.

Berdasarkan Pasal 2 (b) Konstitusi Federal, Parlemen dapat memberlakukan UU untuk mengubah batas-batas negara bagian mana pun.

Pasal ini juga menegaskan bahwa UU tersebut tidak akan disahkan tanpa persetujuan negara (dinyatakan oleh UU yang dibuat oleh Badan Legislatif.

Negara itu, dalam hal ini, adalah Sarawak (dan juga Dewan Penguasa).

Karena itu, masih dari The Borneo Post, UU semacam itu, yang disahkan oleh parlemen, yang dimaksudkan untuk mengubah batas-batas Sarawak, jelas tidak konstitusional.

Karenanya, UU ini harus batal demi hukum. Termasuk UU Laut Teritorial 2012 dan UU Pengembangan Minyak 1974, yang keduanya tidak disetujui oleh negara, dengan cara yang diatur dalam Pasal 2 (b) dalam Konstitusi Federal tersebut.

Dalam UU Pengembangan Sumber Daya Minyak & Minyak Sarawak 1974, batas-batas wilayah Sarawak yang ditentukan, juga berlaku untuk semua sumber daya, termasuk minyak bumi di dalam batas-batas itu.

Dengan demikian, tulis The Borneo Post, tidak ada pengakuan atas sumber daya tersebut di Petronas, yang dapat memiliki validitas tanpa persetujuan dari Badan Legislatif Negara Bagian.

Tidak ada UU persetujuan seperti itu yang pernah disahkan oleh Badan Legislatif Sarawak.

Karena itu, Sarawak sepenuhnya berada dalam hak konstitusionalnya, untuk mengambil kembali sumber daya minyaknya, dan mengelolanya sendiri.

Keputusan eksekutif yang diambil oleh Pemerintah Sarawak pada waktu itu.

Juga termasukseluruh undang-undang Pengembangan Minyak 1974 yang disahkan di Parlemen, di mana semua UU itu tidak dapat memiliki efek konstitusional atau hukum tanpa persetujuan dari Majelis Legislatif Sarawak.

Atas dasar itu, semua operasi Petronas di Sarawak, bisa dibilang tidak konstitusional dan ilegal.

Pemerintah Federal juga harus berhenti berpura-pura bahwa Petronas atau Petronas memiliki hak atau kekuasaan hukum atas sumber daya minyak Sarawak.

Sebab, semua ini berkaitan dengan penciptaan nilai yang buruk sejauh menyangkut Sarawak.

The Borneo Post menulis, di bawah rezim Federal dan Petronas saat ini, Sarawak telah berubah.

Dari wilayah dengan salah satu cadangan minyak dan gas terkaya di Malaysia, Sarawak telah menjadi salah satu negara bagian termiskin di Malaysia.

Hal ini diakui oleh Perdana Menteri YAB Datuk Seri Najib Tun Razak sendiri dalam jawaban Parlemen pada 12 Juni 2012.

Kesenjangan ekonomi telah terjadi secara mencolok dan pembangunan besar-besaran tak kunjung reda di Semenanjung.

Karena itu saatnya bagi Sarawak untuk mengalihkan lebih banyak sumber daya ekonominya untuk mengembangkan dirinya demi generasi mendatang.

Distribusi pengembalian telah tidak adil dilakukan di bawah rezim bagi hasil Minyak Malaysia, di mana Pemerintah Federal mengambil bagian terbesar dari pendapatan dari minyak.

Ini dilakukan dalam bentuk Pajak Pendapatan Minyak, royalti, dividen, pajak perusahaan, bea ekspor dan baru-baru ini,

Situasi ini sebagian besar disebabkan oleh terkikisnya hak-haknya berdasarkan MA63, dengan mengorbankan kepentingan sah Sarawak sendiri, dan kesejahteraan rakyatnya.

Karena itu, tulis The Borneo Post, pemulihan hak Sarawak di bawah MA63 adalah solusi utama.

Hal itu sama sekali tidak boleh diputarbalikkan sebagai langkah pemisahan oleh politisi dari Semenanjung atau agen mereka.

Sumber daya minyak bumi Sarawak yang berharga selama ini dikelola dengan buruk oleh Petronas.

Kini saatnya bagi Sarawak untuk memperbaiki 'vesting' yang salah dari hak kepemilikannya yang tidak dapat dicabut atas sumber daya minyaknya.

Semua ini sejalan dengan niatnya untuk mencari keseimbangan ekonomi bagi generasi masa depan masyarakat Sarawak, Suarah Petroleum Group (SPG)

The Borneo Post melaporkan, SPG menyerukan kepada semua warga Sarawak, terlepas dari keyakinan politik atau afiliasi mereka, untuk mendukung upaya pemerintah negara bagian demi generasi mendatang.***

Sumber: Free Malaysia Today, The Borneo Post

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: Berbagai Sumber malaysiatoday

Tags

Terkini

Terpopuler