Perang Waterloo 1815 Diprediksi Terulang: Vladimir Putin Bakal Dikeroyok NATO, Bernasib Persis Napoleon I?

30 Juni 2022, 11:49 WIB
Erdogan dan Joe Biden berbicara dalam KTT NATO, di Belgia, 14 Juni 2021. /Reuters via El Arabiya/

KALBAR TERKINI - KTT NATO Tahun 2022 berakhir dengan sinyal kuat bahwa Rusia akan dikeroyok oleh pasukan dari negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara.

Jika itu terjadi, maka bisa saja sejarah Perang Waterloo bakal terulang.

Setidaknya, ini ditandai dengan segera dikerahkannya secara penuh pasukan berikut senjata dari semua negara anggota NATO di semua wilayah penting di Benua Eropa.

Baca Juga: NATO Keroyok Rusia, Biden: Strategi Putin Jadi Bumerang!

Inilah inti dari KTT dua hari NATO Tahun 2022, yang berakhir pada Rabu, 29 Juni 2022 ini.

Presiden AS Joe Biden, negara pemimpin NATO sudah menyatakan hal tersebut, dilansir Kalbar-Terkini.com dari AFP, Rabu ini.

Pernyataan Biden bahwa strategi Putin menyerangUkraina sejak 24 Februari 2022 telah menjadi bumerang.

Lantas, bagaimana jika kelak Rusia dikeroyok oleh seluruh negara anggota NATO, plus negara-negara mitra NATO di Asia seperti Jepang?

Baca Juga: SOK IMUT! Zelenskyy Mencela tapi Merengek ke NATO: Apakah Ukraina belum Membayar Cukup?

Jawabannya, bisa jadi Rusia kalah, tidak kalah, atau berimbang.

Ini karena di belakang Rusia, ada China, mitra dekatnya, plus negara-negara lain dari berbagai belahan dunia, yang selama ini menjadi 'korban' sanksi AS, yang kemungkinan bakal bergabung.

Politik luar negeri Rusia di era Putin ini, setidaknya hampir sama dengan yang dilakukan oleh Kaisar Prancis Napoleon I (1803-1815), yang telah mengobarkan Perang Napoleon.

Hanya saja, perang ini era itu berbeda dengan sekarang ini, jika perang tersebut terjadi.

Baca Juga: PILPRES PRANCIS TEGANG! Emanuel Macron Maki NATO Mati Otak, Marine Le Pen Prancis Janji Bakal Tinggalkan NATO

Di era sekarang, tiada lagi senjata-senjata seperti senapan locok, pistol atau meriam Sistem Gribeauval andalan Napoleon I, yang di era tersebut dianggap paling canggih.

Di era milenium ini, selain hadir senjata-senjata mematikan, seperti nuklir serta senjata biologis, hadir pula senjata tanpa wujud, alias pasukan siber.

Tapi yang pasti, jika perang antara NATO dan Rusia terjadi, semua pihak yang baku hantam ini sama-sama memiliki persenjataan canggih yang serupa, lepas dari besar-kecilnya jumlah yang dimiliki.

Perang Napoleon sendiri adalah serangkaian konflik besar, yang mengadu Kekaisaran Prancis dan sekutunya.

Dikobarkan oleh Napoleon I, koalisi ini kemudian berfluktuasi menjadi Kekuatan Eropa lewat pembentukan berbagai koalisi.

Pertempuran Waterloo terjadi pada 18 Juni 1815 di dekat Waterloo, sekitar 15 kilometer selatan Brussels, Ibukota Belgia. Inilah pertempuran terakhir Napoleon I.

Kekalahan dalam perang ini menjadi penutup sejarah bagi Napoleon I sebagai Kaisar Prancis.

Pertempuran ini juga dicatat dalam sejarah sebagai penutup dari seratus hari sejak larinya Napoleon I dari Pulau Elba.

Kekalahan pasukan Prancis di Waterloo terjadi ketika melawan pasukan Inggris-Belanda-Jerman di bawah pimpinan Jendral Wellington, dan sekutu Prusia-nya, pimpinan Feldmarschall Blücher.

Perang Waterloo telah mengakhiri kekuasaan seratus hari kekuasaan Napoleon, diikuti dengan akhir dari Kekaisaran Prancis I pada 22 Juni 1815.

Setelah kekalahan militernya secara total yang kedua dalam waktu yang berdekatan itu, Prancis dibebankan persyaratan perdamaian yang memberatkan dalam Perjanjian Paris II.

Napoleon I menjadi tawanan perang oleh pihak Inggris dan ditahan di Pulau Santa Helena di Laut Atlantik hingga meninggalnya pada 5 Mei 1821 sebagai orang buangan.

Pertempuran Waterloo sendiri bermula pada 13 Maret 1815, enam hari sebelum Napoléon I tiba di Paris, ketika Kongres Wina menyatakannya sebagai penjahat.

Empat hari kemudian, Britania Raya, Rusia, Austria dan Prusia, memobilisasi tentara mereka untuk mengalahkan Napoléon I.

Napoléon I mengetahui bahwa sekali gagal untuk mencegah satu atau lebih dari sekutu-sekutu Koalisi Ketujuh, maka kesempatan satu-satunya untuk tetap memegang kekuasaan, adalah menyerang sebelum koalisi sempat bergerak.

Susunan awal pasukan Wellington dimaksudkan untuk membalas ancaman Napoléon I, yang mengepung tentara koalisi dengan bergerak melewati Mons ke barat daya Brussels.

Hal ini dapat memutus jalur komunikasi Wellington dengan pangkalannya di Oostende, tetapi dapat menempatkan pasukannya lebih dekat dengan pasukan Blücher.

Napoléon I memanfaatkan kekhawatiran Wellington dengan laporan intelijen palsu.

Dia membagi pasukannya menjadi sayap kiri dengan Michell Ney sebagai komandan, sayap kanan, dan Emmanuel de Grouchy sebagai komandan dan pasukan cadangan yang dia komandani sendiri.

Melintasi perbatasan dekat Charleroi sebelum fajar pada 15 Juni 1815, Napoleon I berhasil mengamankan posisi tengah antara pasukan Wellington dan Blücher.

Pada 16 Juni 2022, Wellington mendapat kabar dari Willem II, dan terkejut mengetahui lajunya pasukan Napoléon I.

Segera dia memerintahkan pasukannya untuk berkosentrasi di Quatre Bras di mana Willem II dengan brigade Karl Bernhard dari Sachsen-Weimar-Eisenach, mempertahankan posisi mereka melawan pasukan Ney

Ney diperintahkan oleh Napoleon I untuk mengamankan persimpangan Quatre Bras agar dapat di kemudian hari maju ke timur, dan memperkuat Napoléon I.

Napoléon bergerak menuju konsentrasi tentara Prusia pada 16 Juni 185 dengan pasukan cadangan, dan pasukan sayap kanan.

Dia mengalahkan Blücher di Pertempuran Ligny. Di Quatre Bras, Wellington datang, dan memukul mundur Ney.

Tetapi, kekalahan Prusia di Ligny membuat Wellington tidak dapat mempertahankan posisinya di Quatre Bras, sehingga keesokan harinya dia mundur ke utara untuk mengambil posisi bertahan.

Prusia mundur dari Ligny tanpa gangguan, dan juga tanpa disadari oleh pihak Prancis.
Sebagian dari pasukan penjaga bagian belakang mereka, tetap berada di posisi, sampai tengah malam, dan beberapa tidak bergerak sampai pagi hari.

Pasukan Prusia mundur ke utara, sejajar dengan Wellington. Pasukan Prusia berkumpul di Korps IV Friedrich Wilhelm Freiherr von Büllow yang tidak diserang di Ligny, dan berada dalam posisi yang kuat di selatan Waver.

Napoléon I dengan pasukan cadangannya bergabung dengan pasukan Ney pada 17 Juni 1815 pukul 13:00 kemudian menyerang pasukan Wellington.

Tetapi, mereka tidak menemukan Wellington. Pasukan Prancis ini kemudian mencoba mengejar pasukan Wellington, tetapi hasilnya hanyalah pertempuran kecil pasukan kavaleri di Genepiën.

Sebelum meninggalkan Ligny, Napoléon I memerintahkan Grouchy untuk mengikuti alur mundur pasukan Prusia dengan pasukan sebesar 33.000 orang.

Keterlambatan, ketidakpastian arah dari pasukan Prusia, dan ketidakjelasan perintah, membuat Grouchy tidak dapat mencegah pasukan Prusia mencapai Waver.

Dari sana, mereka dapat maju mendukung pasukan Wellington.

Sebelum 18 Juni 1815, Wellington sudah tiba di posisinya di Waterloo, diikuti dengan bagian utama dari pasukan Napoléon I.

Pasukan Blücher berkumpul di sekitar Waver, sekitar 13 kilometer ke arah timur.

Kaisar Napoleon Bonaparte sendiri, lebih dikenal sebagai Napoleon I. Sebagai Napoleon I, dia adalah Kaisar Prancis pada 1804-1814, dan kembali pada 1815 setelah sukses kabur dari penjara di Pulau Elba.

Napoleon I berasal dari sebuah keluarga bangsawan lokal dengan nama Napoleone di Buonaparte (dalam bahasa Korsika Nabolione atau Nabulione).

Napoleon I memiliki pengaruh yang besar terhadap persoalan-persoalan Eropa selama lebih dari satu dasawarsa, ketika memimpin Prancis melawan koalisi dalam Perang Napoleonis.

Dia memenangkan kebanyakan dari perang-perang ini, kemudian dengan cepat memperoleh kendali Eropa kontinental, sebelum kekalahan terakhirnya pada 1815 di Waterloo.

Karena menjadi panglima terhebat dalam sejarah, perang-perangnya pun dipelajari di sekolah-sekolah militer di seluruh dunia.
Napoleon I tetap menjadi salah satu tokoh politik yang paling terkenal, dan memicu perdebatan dalam sejarah Barat.

Dalam persoalan-persoalan sipil, Napoleon I mempunyai sebuah pengaruh yang besar dan lama, dengan membawa pembaruan liberal ke negara-negara yang dia taklukkan, semisal Swiss, Italia, dan sebagian besar Jerman.

Napoleon I melaksanakan kebijakan-kebijakan liberal pokok di Prancis dan di seluruh Eropa Barat.

Prestasi hukumnya yang kekal, adalah Kitab Undang-undang Napoleon, yang telah digunakan dalam berbagai bentuk oleh seperempat sistem hukum dunia, dari Jepang sampai Quebec.

Ayah Napoleon I, Carlo Buonaparte, adalah perwakilan Korsika di Kerajaan Louis XVI. Napoleon Bonaparte adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, yang lahir di Casa Buonaparte di Kota Ajaccio, Korsika, 15 Agustus 1769.

Dia lahir setahun setelah kepulauan tersebut diserahterimakan Republik Genova ke Prancis.

Lahir dengan nama Napoleone di Bounaparte, namun pada usia 20 tahun, dia mengubah namanya menjadi Napoléon Bonaparte.

Wangsa Bounaparte adalah keluarga bangsawan yang berasal dari Italia, yang pindah ke Korsika pada abad ke-Ayahnya, Nobile Carlo Buonaparte, seorang pengacara, pernah menjadi perwakilan Korsika saat Louis XVI berkuasa pada 1777.

Ibunya bernama Maria Letizia Bonaparte, yang memiliki seorang kakak, Joseph; dan lima adik, Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline, dan Jérôme.

Napoleon I dibaptis sebagai Katolik beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang kedua, tepatnya pada 21 Juli 1771 Katedral Ajaccio.

Kebangsawanan, kekayaan, serta koneksi keluarganya yang luas, memberikan Napoleon I kesempatan yang besar untuk belajar hingga ke jenjang yang tinggi.
Pada Januari 1779, Napoleon I didaftarkan di sebuah sekolah agama di Autun, Prancis, untuk belajar bahasa Prancis.

Pada Mei 1779, Napoleon I mendaftar di sebuah akademi militer di Brienne-le-Château.

Di sekolah, dia berbicara dengan logat Korsika yang kental, sehingga sering dicemooh oleh teman-temannya; memaksanya untuk belajar.

Napoleon I pintar matematika, dan cukup memahami pelajaran sejarah dan geografi.Setelah menyelesaikan pendidikannya di Brienne pada 1784, Napoleon I mendaftar di sekolah elit École Militaire di Paris.

Di sana, dia dilatih menjadi seorang perwira artileri. Ketika bersekolah di situ, ayahnya meninggal.

Dia pun dipaksa menyelesaikan sekolah yang normalnya memakan waktu dua tahun itu menjadi satu tahun.

Napoleon I diuji oleh ilmuwan terkenal Pierre-Simon de Laplace, yang di kemudian hari ditunjuk oleh Napoleon I untuk menjadi anggota senat.

Napoleon I kemudian menjadi siswa di Akademi Militer Brienne pada 1779 dalam usia 10 tahun. Kecerdasannya membuat Napoleon I lulus akademi di usia 15 tahun.

Karier militernya menanjak pesat setelah berhasil menumpas kerusuhan, yang dimotori kaum pendukung royalis.

Caranya menghabisi mereka pun mengejutkan: menembakkan meriam di Paris dari atas menara pada 1795, saat Napoleon I berusia 26 tahun.

Berbagai perang yang dimenangkannya termasuk melawan Austria dan Prusia.

Pada masa kejayaannya, Napoleon I menguasai hampir seluruh dataran Eropa, baik lewatdiplomasi maupun peperangan.

Di antaranya, Belanda lewat diangkatnya adiknya, Louis Napoleon; Spanyol lewat Joseph Napoleon; Swedia lewat Jenderal Bernadotte sebagai raja, yang kemudian melakukan pengkhianatan.

Sebagian besar wilayah Italia yang direbut dari Austria dan Polandia dikuasai lewat diangkatnya adiknya, Joseph Poniatowski sebagai wali negara Polandia.

Napoleon I menikahi seorang janda bernama Joséphine de Beauharnais. Kehidupan perkawinan Napoleon I penuh dengan ketidakpercayaan dan perselingkuhan ,di antaranya perselingkuhan Napoleon I dengan gadis Polandia, Maria Walewska.

Napoleon melembagakan berbagai reformasi, seperti pendidikan tinggi, hukum pajak, sistem jalan dan saluran pembuangan, dan mendirikan Banque de France, bank sentral pertama dalam sejarah Prancis.

Dia menegosiasikan Konkordat 1801 dengan Gereja Katolik, yang berusaha mendamaikan sebagian besar penduduk Katolik dengan rezimnya.

Konkordat ini juga disajikan bersama Artikel Organik, yang mengatur ibadah umum di Prancis. Dia membubarkan Kekaisaran Romawi Suci sebelum penyatuan Jerman pada abad ke-19.

Penjualan Wilayah Louisiana pada masanya ke AS, akhirnya menggandakan ukuran AS.

Pada Mei 1802, Napoleon I melembagakan Legiun Kehormatan, pengganti dekorasi kebangsawanan yang lama dan ordo ksatria, untuk mendorong pencapaian sipil dan militer.
Ordo ini masih merupakan dekorasi tertinggi di Prancis.

Dalam organisasi militer, Napoleon I mengenalkan istilah korps, yang terdiri atas kumpulan divisi.

Pembentukan korps ini juga didukung oleh besarnya pendaftaran tentara yang mengakibatkan jumlah tentara menjadi membengkak, sehingga diperlukan suatu kesatuan tentara yang lebih besar dari divisi.

Napoleon juga dikenal dengan penggunaan artileri secara besar-besaran untuk menghancurkan tentara musuh, ketimbang menggunakan tentara infantri secara langsung.

Dalam pemilihan artileri, Napoleon memilih artileri yang memiliki mobilitas tinggi, agar bisa mendukung taktik manuver, yang sering digunakannya dalam pertempuran.

Salah satu artileri yang sering digunakan adalah meriam Sistem Tahun XI, yang sebenarnya lebih merupakan inovasi dari meriam Sistem Gribeauval.

Tidak semua peperangan berhasil dimenangkan oleh Napoleon. Kegagalan dalam menginvasi daratan Mesir yang membuatnya berhadapan dengan kekuatan Inggris, Mamluk dan Utsmani.

Meski di daratan gurun, Napoleon sukses mengalahkan tentara gabungan Utsmani dan Mamluk dalam Pertempuran Piramida.

Tetapi beberapa hari kemudian, armada Prancis dikalahkan oleh armada Inggris di bawah pimpinan Laksamana Horatio Nelson di Teluk Aboukir.

Armada Horatio Nelson untuk kedua kalinya berhasil mengalahkan armada Prancis.

Kali ini dalam pertempuran laut di Trafalgar, antara armada Prancis-Spanyol yang dipimpin oleh Laksamana Villeneuve dengan armada Britania Raya pimpinan Laksamana Nelson, meskipun Nelson gugur dalam pertempuran ini akibat terkena tembakan sniper Prancis.

Napoleon I gagal menginvasi Rusia karena ketangguhan dan kecerdikan strategi Jenderal Mikhail Illarionovich Kutuzov dan Tsar Aleksandr I dalam menghadapi pasukan Prancis.

Rusia berhasil memanfaatkan musim dingin Rusia yang dikenal mematikan serta pengkhianatan Raja Swedia, Jenderal Bernadotte.

Strategi Rusia dalam hal ini adalah membakar Kota Moskwa ketika Napoleon berhasil menaklukkan kota itu setelah melewati pertempuran melelahkan di Borodino dan mengharapkan sumber logistik baru.

Kekalahan di Rusia diulangi lagi oleh Adolf Hitler dari Jerman pada Perang Dunia II.

Kekalahan yang mengakhiri kariernya sebagai Kaisar Prancis selama perang 100 hari di Waterloo mengakibatkan Napoleon I dibuang ke Pulau Saint Helena sampai wafatnya.***

Editor: Arthurio Oktavianus Arthadiputra

Sumber: AFP Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler