Harimau Sumatera Populasinya Tinggal 400 Ekor, Ini Ciri Fisik Raja Hutan yang Banyak Diburu Kulitnya Tersebut

29 Oktober 2021, 09:21 WIB
Seekor induk Harimau Sumatera dan 2 ekor anaknya kerap keluyuran di dekat ladang warga di daerah Jorong Mudiak Sungai Puah, Nagari Persiapan Balun, Sumatera Barat. /Foto: Pixabay/7103983/

KALBAR TERKINI - Populasi Harimau Sumatera Tinggal 400 Ekor, Ini Ciri Fisik Raja Hutan yang Banyak Diburu Kulitnya Tersebut

Harimau adalah kucing terbesar di muka bumi. Harimau Sumatera merupakan salah satu sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini.

Spesies ini juga dapat disebut Harimau Sunda, nama “Sunda” mengacu pada kawasan biogeografi yang mencakup Sumatera, Jawa, dan Bali.

Baca Juga: Macan Terbang Mendarat di Atap, Teroris Hongkong pun Kocar-kacir

Spesies bernama latin Panthera tigris sondaica (Wilting, 2015) ini memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan sub-spesies harimau lainnya, yakni Harimau Kontingental (Panthera tigris tigris).

Warna kulit Harimau Sumatera cenderung lebih gelap, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua dan memiliki garis loreng yang lebih rapat. Satwa ini masuk dalam status Kritis (Critically Endangered).

CIRI-CIRI FISIK

Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan Harimau Kontingental (Panthera tigris tigris).

Jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki mencapai 250 cm dan berat hingga 140 kg.

Baca Juga: 4 Doa Nabi Sulaiman, Salah Satunya untuk Mendapatkan Kekayaan dari Jalan yang Baik dan Menundukkan Binatang

Harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.

Warna kulit Harimau Sumatera relatif lebih gelap, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua, dan memiliki garis loreng yang lebih rapat.

Provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi Harimau Sumatera.

Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami penurunan hingga 70 persen dalam seperempat abad terakhir.

Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor Harimau Sumatera di alam liar Propinsi Riau.

Sebagai satwa dilindungi di Indonesia berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Harimau Sumatera yang bernama latin Panthera tigris sondaica (Wilting, 2015) ini hanya tersisa ≤ 400 individu saja.

Populasinya terancam oleh perburuan dan perdagangan ilegal. Jerat menjadi momok mengerikan bagi sang raja rimba.

Pemburu menggunakan jerat sebagai alat utama berburu Harimau karena mudah, murah dan berpeluang besar untuk mendapatkan satwa buruannya.

PERBURUAN LIAR

Harimau Sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan.

Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC – program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar – menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau.

Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan bahwa paling sedikit 50 Harimau Sumatera diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002.

Citra Harimau Sumatera yang tangguh dan berwibawa membawa ancaman buruk baginya.

Harimau diburu untuk diambil seluruh bagian tubuhnya, mulai dari kulit, kumis, kuku, taring, hingga dagingnya.

Bagian tubuh harimau dipercaya sebagai jimat dan memiliki kekuatan magis.

Hal inilah yang mendorong suburnya permintaan harimau di pasar gelap dan membuat populasi harimau kian menurun.

Populasi Harimau Sumatera yang hanya sekitar 400 ekor saat ini tersisa di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan.

Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan.

Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan menimbulkan konflik.

Konflik ini seringkali berakhir dengan harimau yang dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.***

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: WWF

Tags

Terkini

Terpopuler