Manusia Tercipta dari Molekul Meteorit: Seiring Hujan Asteroid yang Membentuk Bulan 4,5 Miliar Tahun Silam

- 2 Februari 2022, 15:06 WIB
Meteorit di Gurun Sahara
Meteorit di Gurun Sahara /Twitter/

 

KALBAR TERKINI - Manusia Tercipta dari Molekul Meteorit: Seiring Hujan Asteroid yang Membentuk Bulan 4,5 Miliar Tahun Silam.

SEMUA bentuk kehidupan termasuk cikal bakal manusia diklaim terbentuk dari hidrogen sianida.

Molekul ini lahir dari bombardemen tabrakan meteorit di muka bumi yang juga membentuk bulan, sekitar 4,5 miliar tahun silam.

Baca Juga: MENGENAL CIRI ORANG yang Kebal akan Santet atau Ilmu Hitam, Selalu Bahagia dan Berpikir Positif Kuncinya

Meteorit-meteorit yang tersisa dari pembentukan tata surya terus-menerus menghantam bumi muda, dan gunung berapi aktif menutupi muka planet ini, ibarat jerawat remaja.

Menyitir pula hasil riset dari sejumlah ilmuwan, Paul M Sutter, profesor riset astrofisika di SUNY Stony Brook University dan Flatiron Institute di Kota New York, AS, menyimpulkan bahwa tabrakan-tabrakan inilah yang melahirkan kehidupan pertama di bumi.

Dilansir Kalbar-Terkini.Com dari Live Science, Selasa, 1 Februari 2022, tak lama kemudian lahir gas beracun, yakni hidrogen sianida, yang sekarang bisa menjadi senjata biokimia mematikan.

Sutter adalah penulis dua buku, Tempat Anda di Alam Semesta dan Cara Mati di Luar Angkasa, juga antara lain sebagai kontributor tetap Space.com dan Live Science, yang menerima gelar PhD di bidang Fisika dari University of Illinois di Urbana-Champaign pada 2011.

Baca Juga: Fosil Kuda Tanpa Kepala dan Majikannya Membingungkan Arkeolog Jerman

Peneliti selama tiga tahun di Institut Astrofisika Paris, yang juga penerima beasiswa penelitian di Trieste, Italia, menyebutkan bahwa awalnya bumi tidak memiliki kehidupan.

Kemudian, itu terjadi. Tentang apakah prosesnya secara bertahap atau cepat, yang pasti transformasi kimia menjadi biokimia di bumi adalah salah satu perkembangan paling menakjubkan di alam semesta.

"Sangat jarang sehingga sampai saat ini, kita sama sekali tidak memiliki bukti bentuk kehidupan apa pun di tempat lain di alam semesta. Jadi, apa tepatnya yang terjadi?" lanjutnya.

Jawaban atas pertanyaan itu terletak di persimpangan penelitian mutakhir dalam astronomi, biologi, kimia, dan geologi.

Dalam sebuah studi baru-baru ini, para peneliti mengusulkan bahwa mungkin diperlukan seluruh planet, untuk meningkatkan molekul yang mereplikasi diri.

Replikasi ini melibatkan interaksi kompleks meteorit yang kaya hidrogen, aktivitas gunung berapi, kolam hangat, dan prekursor kehidupan yang tidak mungkin, yakni hidrogen sianida.

Bumi terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, tetapi kemudian segera mengalami tabrakan yang tak terhitung jumlahnya.

Termasuk tabrakan cukup besar yang merobek sebagian bumi, dan menciptakan bulan.

Akhirnya, segala sesuatunya cukup tenang untuk memunculkan kehidupan, antara 4,5 miliar dan 3,7 miliar tahun yang lalu.

Bentuk-bentuk kehidupan awal itu, hampir pasti sangat berbeda dari yang modern.

Itu karena bentuk kehidupan modern membutuhkan tiga makromolekul: DNA, RNA, dan protein.

Secara kasar, DNA manusia k menyimpan informasi, RNA mentransmisikan informasi itu untuk memproduksi protein, dan protein melakukan sebagian besar pekerjaan untuk menjaga kehidupan supaya tetap hidup, termasuk mereplikasi DNA.

Sistem ini begitu saling berhubungan sehingga tidak mungkin semuanya muncul sekaligus dalam bentuk modernnya.

Tetapi, kehidupan primitif masih diperlukan untuk melakukan fungsi dasar kehidupan: menyimpan informasi, mereplikasi dirinya sendiri, dan mengkatalisis reaksi kimia lainnya.

Ada kemungkinan bahwa RNA saja yang mampu melakukan ketiganya, jelas tidak seefisien kombo DNA-RNA-protein yang dimiliki manusia saat ini, tetapi hal itu membuat titik awal yang masuk akal untuk lahirnya berbagai bentuk kehidupan.

Jika RNA dapat berjalan sebagai bentuk kehidupan primitif, maka Teori Evolusi dari Charles Darwin, dapat mengambil alih, memungkinkan munculnya proses biokimia yang lebih kompleks, dan lebih efisien.

"Jadi, mungkin untuk memecahkan asal usul kehidupan di Bumi, kita hanya membutuhkan banyak RNA yang dapat menggandakan diri. Tapi dari mana RNA yang menggandakan diri itu berasal?" lanjut Sutter.

Dalam studi baru, para peneliti mengembangkan model kompleks Bumi awal. Kurang lebih seperti ini: Tabrakan besar yang menciptakan bulan baru saja terjadi.

Permukaan bumi pun mendingin setelahnya, dan lautan-lautan dan benua-benua mulai muncul.

Tapi, itu masih menjadi tempat yang cukup buruk. Meteorit yang tersisa dari pembentukan tata surya, terus-menerus menghantam bumi muda, dan gunung berapi aktif, menutupi muka planet ini, seperti jerawat remaja.

Tabrakan meteorit itu, seburuk apapun, menghasilkan elemen penting: hidrogen.

Hidrogen adalah unsur yang paling ringan, sehingga tidak bertahan lama kecuali terikat pada molekul lain.

Tetapi, ketika meteorit itu mengirimkan pasokan hidrogen segar ke atmosfer bumi, maka gunung-gunung berapi itu memuntahkan karbon dioksida dalam jumlah besar.

Juga, lautan jauh lebih hangat daripada sekarang, dan terus-menerus menguap ke atmosfer. Terakhir, ventilasi bawah laut membocorkan metana.

Karena semua molekul itu terbentuk di atmosfer, sambaran petir dan radiasi ultraviolet dari matahari mulai memberikan energi.

Dalam hal ini, sumber-sumber tersebut menyediakan energi yang diperlukan untuk membentuk hidrogen sianida.

Hidrogen sianida, gas beracun yang dapat menyebabkan kematian tertentu bagi kehidupan modern ini, kemungkinan merupakan molekul terpenting dalam perkembangan semua bentuk kehidupan.

Sifat utama hidrogen sianida adalah bereaksi dengan dirinya sendiri.

Dan karena kehidupan dapat dianggap sebagai versi yang sangat kompleks dari bahan kimia yang berinteraksi dengan diri mereka sendiri, hidrogen sianida, tampaknya, menjadi titik awal yang menarik.

Juga, hidrogen sianida bereaksi dengan molekul lain, seperti formaldehida, untuk menghasilkan biomolekul menarik lainnya.

Biomolekul tersebut, pada gilirannya, adalah blok pembangun nukleobasa, ribosa, dan nukleotida, yang kemudian membentuk RNA.

Para peneliti dalam risetnya menemukan fakta bahwa hidrogen sianida dapat menghujani atmosfer, ibarat ke kolam kecil yang hangat, di mana senyawa tersebut menyatu dengan molekul alami lainnya.

Penelitian ini juga menemukan bahwa selama periode 100 juta tahun, sekitar 4,4 miliar tahun yang lalu, jumlah hujan hidrogen sianida ke 'kolam', cukup untuk menciptakan konsentrasi tinggi adenin, salah satu komponen RNA.

Akhirnya, ketika meteorit berhenti jatuh, tingkat hidrogen di atmosfer turun.

Tetapi pada saat itu, adenin yang cukup, mungkin telah dibuat untuk memulai pembentukan untaian RNA, yang mungkin telah memicu eksplorasi replikasi diri, dan tahap awal kehidupan, menurut para peneliti.

Meskipun bentuk-bentuk kehidupan awal ini akan dianggap sangat primitif dari perspektif kehidupan modern, untaian RNA yang menggandakan diri dan mengkatalisis.

Sudah merupakan molekul yang sangat kompleks, dan penampilannya tentu mencakup banyak reaksi pendahulu.

Hasil studi ini pertama kali diterbitkan dalam database pracetak arXiv pada 3 Januari 2022, dan diterima untuk dipublikasikan di The Astrophysical Journal.***

 

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: Live Science


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah