Polemik Perppu Ciptaker. Mulai dari Aturan Cuti, Upah Hingga PHK

- 5 Januari 2023, 23:31 WIB
Ilustrasi peringatan Hari Buruh atau May Day. Polemik Perppu Ciptaker yang dinilai lebih banyak poin-poin yang merugikan buruh.
Ilustrasi peringatan Hari Buruh atau May Day. Polemik Perppu Ciptaker yang dinilai lebih banyak poin-poin yang merugikan buruh. /

KALBAR TERKINI - Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja untuk menjawab putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan ancaman resesi global hingga stagflasi yang menghantui Indonesia menjadi alasan pemerintah menerbitkan perppu.

Beberapa poin yang diatur dalam perppu tersebut sangat merugikan dan melemahkan posisi buruh dalam mendapatkan penghidupan yang layak. 

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK), Mirah Sumirat mengatakan jjika tetap dilaksanakan perppu tersebut maka akan membuat pekerja semakin miskin.

Baca Juga: Kemenkes Siapkan Nomor Pengaduan 24 Jam untuk Lapor Keracunan Jajanan Ice Smoke atau Chiki Disemprot Nitrogen

Jaminan kepastian kerja, kepastian upah dan jaminan sosial banyak yang hilang dari beleid Perppu Ciptaker tersebut.

Berikut Perppu Ciptaker yang menjadi polemic di masyarakat, terutama kaum pekerja:

1. Aturan Cuti

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) mengatur ketentuan cuti bagi pekerja.

Untuk cuti tahunan, jumlah hari cuti dalam aturan tersebut minimal 12 hari.

Sedangkan istirahat mingguan, satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Artinya tidak ada lagi sistem 5 hari kerja, melainkan 6 hari kerja dalam seminggu.

Tidak menjamin cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, beserta upahnya selama mengambil dua cuti tersebut.

Dalam Perppu yang mencabut UU Cipta Kerja tersebut, tema cuti dimuat dalam Pasal 79.

Baca Juga: Polemik Wacana Larangan Jual Rokok Ketengan, MUI: Sejalan dengan Fatwa yang Beri Batasan Aktivitas Merokok

Padahal, di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku sebelumnya, dua hak khusus bagi pekerja perempuan ini dimuat dalam UU.

Cuti haid bagi pekerja perempuan dijamin melalui Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan

cuti melahirkan dimuat dalam Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Namun, pemerintah membantah dua hak khusus tersebut dihapuskan dari Omnibus Law.

2. Aturan upah

Berdasarkan ketentuan Pasal 88D perppu tersebut, upah minimum dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu

Hal tersebut berbeda jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan. 

Pasalnya, dalam UU Ketenagakerjaan, UMP dihitung dengan turut memperhitungkan komponen kebutuhan hidup layak (KHL).

Baca Juga: Update Kasus Tahu Isi Jari Manusia di Sayur Lodeh: Hasil Uji Laboratorium Ungkap Identitas Pemilik Jari

3. Aturan PHK

Aturan PHK dalam Perppu Cipta Kerja juga berpotensi merugikan buruh.

Aturan tersebut memberikan kemudahan kepada perusahaan melakukan PHK.

Perppu Ciptaker mengatur larangan bagi pengusaha memecat atau memutus hubungan kerjanya (PHK) karyawan karena 10 alasan yang tercantum dalam Pasal 153 ayat (1) Perppu Cipta Kerja, berikut rinciannya:

1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

Baca Juga: Daftar Harga iPhone 14 Hingga iPhone 11 Bulan Januari 2023, Harga Bervariasi Tergantung Spek, Ada yang 32 Juta

4. Menikah;

5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

6. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;

7. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pekerja/Buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan Pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;

8. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan

10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.***

 

Editor: Yulia Ramadhiyanti

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x