Melirik Krisis Ukraina, DIO: Indonesia Hanya Sisakan Kalimantan, Malaysia dan Singapura Musuh Dalam Selimut

26 Februari 2022, 23:19 WIB
Pulau Kalimantan yang dahulunya hanya memiliki satu provinsi saja yaitu, Provinsi Borneo Kebudayaan.kemdikbud.go.id /

KALBAR TERKINI - Melirik Krisis Ukraina, DIO: Indonesia Hanya Sisakan Kalimantan, Malaysia dan Singapura Musuh Dalam Selimut.

BAHAYA! Malaysia dan Singapura Diklaim Ancam Indonesia: Pecah jadi Negara-negara Kecil Sisakan Kalimantan?

Singapura dan Malaysia diklaim merupakan ancaman strategis terkait keutuhan kedaulatan Indonesia sekalipun sama-sama anggota ASEAN.

Baca Juga: Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko Tenteng Senjata Bergabung Dengan Pasukan Militer di Kota Kiev

Selain itu, jika Pemerintah Indonesia tak mau belajar dari berbagai krisis global maka kelak yang tersisa dari teritorial Indonesia hanyalah Pulau Kalimantan.

Sebab, pulau-pulau besar lainnya termasuk Jawa, Sulawesi, Sumatera, Maluku atau Papua, sudah pecah menjadi negara-negara kecil.

Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Penasehat Dayak International Organization (DIO) Cornelius Kimha, sebagaimana dilansir Kalbar-Terkini.com dari portal DioTv.com, Sabtu, 26 Februari 2022.

Baca Juga: Bukan Berperang Melawan Rusia, Global Times Menyebut Ayah yang Viral di Video Perang Melawan Ukraina

Kimha menyatakan, prediksi ini diperolehnya juga berdasarkan perspektif dari aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization NATO).

Menurut Kimha, ancaman Malaysia dan Singapura ke Indonesia ini karena kedua negara jiran itu adalah anggota The Five Power Defence Arrangements (FPDA).

FPDA dibentuk dari perjanjian multilateral bersama antara Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang semuanya adalah anggota Persemakmuran.

Baca Juga: AKHIRNYA Ukraina dan Rusia Siap Lakukan Perdamaian, Upaya Negoisasi Dimulai

FPDA ditandatangani pada 1971, di mana lima kekuatan harus berkonsultasi satu sama lain 'sesegera' dalam hal atau ancaman serangan bersenjata di Malaysia atau Singapura.

Tujuannya, memutuskan tindakan apa yang harus diambil secara bersama-sama atau secara terpisah sebagai tanggapan.

“Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti, wilayah Indonesia yang tersisa hanya Kalimantan yang juga sudah menjadi ibu kota negara yang baru," kata Kimha.

"Apalagi secara historis, hanya di Kalimantan tidak pernah terjadi pemberontakan separatis," lanjutnya.

Baca Juga: Disainer Ukraina Berkarya sambil Menahan Tangis: Belilah Produk Kami untuk Dukung Tentara!

Dari perspektif NATO, lanjutnya, Indonesia yang memiliki luas 8,300 juta kilometer persegi -2,5 juta kilometer wilayah darat dan 5,8 kilometer persegi wilayah laut- berpotensi pecah menjadi hampir 10 negara baru, Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Papua.

"Dari sektor timur Indonesia akan muncul negara-negara baru lainnya, yakni Sulawesi dan Maluku. Belum lagi jika kita bicara Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur," lanjutnya.

Karena itu, menurut Alumni Kursus Reguler Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) ini, Pemerintah Indonesia harus belajar dari Krisis Ukraina.

Menurutnya, keberanian Rusia untuk menyerang Ukraina, tak lain untuk memberikan peringatan keras kepada AS dan NATO. Intinya, tidak ada tawar-menawar terkait ancaman keutuhan kedaulatan Federasi Rusia.

"Ini juga harus dijadikan evaluasi menyeluruh dalam menyusun geostrategi untuk menjalankan geopolitik Indonesia dari strategi pertahanan negara,” tambah Kimha.

Ekspansi pengaruh NATO dinilainya sudah menyasar wilayah negara non-aliansi, dan menyasar kepentingan Rusia dan China.

"Juga hal ini menjadi keprihatinan internasional, dan juga potensi perang baru, dalam rangka perebutan sumberdaya alam," kata Kimha.

“Karena bagaimanapun, harus dipahami, dua per tiga cadangan sumberdaya alam dunia, berada di Asia timur, terutama di kawasan Laut China Selatan, dan lebih khusus Indonesia," lanjutnya.

Sejarah perang antarnegara sebelumnya, tambah Kimha, selalu bermuara dari perebutan sumberdaya alam.

Kimha lebih lanjut menanggapi pernyataan pengamat militer dan intelijen Indonesia dari Universitas Jenderal Ahmad Yani Bandung, Dr Connie Rahakundinie Bakrie, yang menilai bahwa posisi Rusia dan Indonesia memang sama dan harus waspada.

Menurut Kimha, setiap negara pecahan Union of Soviet Socialist Republic (USSR) sejak 25 Desember 1991, ingin menjadi anggota NATO, dan atau sedang dibujuk menjadi anggota NATO.

Kenyataan ini dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keutuhan kedaulatan Federasi Rusia, sehingga harus dilawan.

“Memang kita melihat, hubungan Indonesia dan Malaysia, relatif baik. Tapi, keputusan berani Rusia menyerbu tetangganya, Ukraina, harus dilihat sebagai alarm panjang bagi Indonesia," ujarnya.

"Jadi, Indonesia dapat segera melakukan tindakan antisipasi, dan hati-hati, agar bubar menjadi banyak negara," tegas Kimha.

Sementara itu, Connie Rahakundini Bakie menyatakan bahwa selain aliansi lain yang sudah mengelilingi kedaulatan Indonesia adalah Quadrilateral Security Dialogue (QUAD).

Ini merupakan aliansi militer AS, Jepang, India, dan Australia yang didirikan pada 2017.

Juga kehadiran AUKUS, sebuah pakta keamanan trilateral berbasis kerjasama militer dan teknologi canggih antara Australia, Inggris,dan AS, yang didirikan pada 15 September 2021.

Menurutnya, kekuatan aliansi militer FPDA, AUKUS, QUAD bisa saja menjadi Pakta Pertahanan Indo Pasifik, yang akan menyebabkan Indonesia dan negara-negara lain non aliansi mereka, termasuk China, merasa dalam posisi dikeroyok.

Jika diperhatikan lebih detil, tambah Connie Rahakundini Bakrie, posisi Rusia dan Indonesia hampir sama. Ini karena keduanya sudah dikelilingi kekuatan-kekuatan militer asing yang beberapa di antaranya tergabung dalam NATO.***

Sumber: Dio-Tv.com

Editor: Slamet Bowo Santoso

Sumber: DIO TV

Tags

Terkini

Terpopuler