Nasib Amoy Singkawang, Korban KDRT di Taiwan: 'Pulkam' Bunuh Diri

26 April 2021, 04:01 WIB
PERNIKAHAN CHINA -Tak sedikit 'amoy' asal Kota Singkawang yang hidup bahagia di Taiwan. Sebaliknya, tak sedikit pula yang menjadi korban perdagangan manusia setiba di negara itu setelah dinikahi di kampung halamannya./FOTO ILUSTRASI AMOY: PIXABAY/CAPTION: OKTAVIANUS C/ /KALBAR TERKINI/OKTAVIANUS CORNELIS

PONTIANAK, KABAR TERKINI -  Tingginya minat amoy Singkawang untuk menikahi pria Taiwan harus disertai kewaspadaan. Hal ini berkaca dari tak sedikitnya amoy yang ketika dinikahi kemudian tinggal di Taiwan ternyata ditelantarkan. Bahkan, ada yang dijual atau terjebak di dunia prostitusi.

Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), dikenal dengan dominannya jumlah warga etnis Tionghoa.  Polda Kalbar berulangkali mengungkap kasus perdagangan manusia (human trafficking),  yang dialami wanita Tionghoa (baca: amoy) asal Singkawang.

Pada awal Juni 2019, misalnya, Polda Kalbar dan Imigrasi Wilayah Kalbar membongkar sindikat perdagangan manusia dengan modus kawin kontrak dengan pria Taiwan,  di sebuah rumah, kawasan Jalan Perdana, Kota Pontianak.

Namun ditengarai, banyak kasus yang berlangsung diam-diam sehingga tak terungkap. Para lelaki Taiwan atau dari Tiongkok, ditengarai cenderung melangsungkan pernikahan  di Singkawang supaya sulit terlacak sebelum membawa pengantin wanita ke kampung halamannya.

Baca Juga: Sengketa Niu'e Reef, Filipina Loyo Hadapi China: Ditengarai Terkait Vaksin

Frustasi dan Bunuh Diri  

Helen -sebut saja begitu, seorang amoy Singkawang, sempat bertahun-tahun tinggal di Taipeh, Ibu Kota Singkawang, dan diperlakukan kasar oleh suaminya. Demi menghilangkan sakit hatinya, Helen menggunakan narkoba selama di Taiwan.

Tak tahan berlama-lama di negara yang disebut separatis oleh Tiongkok ini, Helena akhirnya kembali ke Singkawang dengan bekal uang seadanya serta pakaian secukupnya.

Namun di desa, Helen justru diterima oleh keluarganya  dengan sikap sinis. "Saya tak tahan lama-lama di Singkawang, terus ke Pontianak, dan akhirnya sampai di sini," katanya kepada Kalbar-Terkini.com,  beberapa waktu lalu.

Tanpa modal tapi  dibekali wajah lumayan ayu, berkulit kuning langsat layaknya amoy, dan juga berhidung mancung, Helen diterima ketika melamar sebagai pelayan di salah satu restoran masakan Kwetiau di Pontianak.

Baca Juga: Covid-19 kian Misterius: Direstui Alam untuk Lawan Vaksinasi Global?

Karena terlanjur kecanduan narkoba, gaji yang kecil membuat Helen akhirnya mencari tambahan dengan berbagai cara, dan belakangan terjebak ke dunia prostitusi,  yang kemudian dijalaninya selama lebih 10 tahun.

Saat mulai menua untuk ukuran daya tarik wanita di dunia prostitusi, Helen terpaksa turun 'derajatnya':  dari berkelas ke  kelas jalanan, dan belakangan nongkrong setiap malam di Jalan Sidas, Kelurahan Marina, Kecamaan Pontianak Kota, dekat  kompleks Pelabuhan Dwikora.

Usai menerima bayaran dari pelanggan, yang minimal Rp 300 ribu short time atau tergantung negoisasi, Helen kerap ke Kampung Beting,  pemukiman 'sarang narkoba' di Pontianak: membeli sabu atau ineks. Pada 2017, Helen ditemukan tewas gantung diri di kamar indekosnya. Helen ternyata over dosis sabu. Dari mulutnya yang berbusa,  tercium aroma tajam ekstasi.

Baca Juga: Danrem 121/Abw Sampaikan Duka Cita dan Belasungkawa atas Gugurnya Kabinda Papua

Harus Datangi Kampung Halaman  

Badan Imigrasi Nasional (NIA) Taiwan sendiri sudah  lama mengendus praktik tersebut. Banyak memang wanita dari luar Taiwan termasuk dari Indonesia yang hidup layak di Taiwan. 

Sebaliknya, tak sedikit pula yang ditelantarkan suami, jadi korban kekerasan dalam rumah tangga, atau terjebak ke dunia pelacuran.

Itu sebabnya masalah pernikahan lintas negara di Taiwan semakin diperketat. Tujuannya, antara lain, mengantisipasi  terjadinya kasus perdagangan manusia.

Dikutip dari Taiwan News,  Sabtu, 20 Maret 2021,  seorang pekerja migran baru-baru ini didenda oleh Badan Imigrasi Nasional (NIA) Taiwan.

Lelaki migran ini ditangkap karena  mencoba merekrut wanita dari negara asalnya Vietnam, untuk menikahi teman Taiwan-nya melalui iklan di Facebook. Menurut pihak NIA,  pria Vietnam itu melanggar Undang-undang Imigrasi Taiwan lantaran memasang iklan pernikahan di dunia maya untuk menarik pengantin wanita asing.

Pesan dalam iklan itu ditulis dalam bahasa Vietnam, dan juga diberikan pula data pribadi temannya yang orang Taiwan.  Pihak NIA menekankan,  mempromosikan pernikahan lintas budaya melalui iklan adalah ilegal, terlepas dari bahasa apa tulisannya.

Tercatat bahwa lebih dari 80 persen individu yang melanggar hukum pada 2020  telah membagikan iklan di internet. Pria-pria itu termasuk pria Vietnam  tersebut terancam denda, berkisar 100 ribu dolar Taiwan,  setara dengan 3.521 dolar AS.

Badan tersebut mendesak warga negara asing di Taiwan untuk menghindar dari promosi pernikahan lintas budaya di media sosial lantaran merupakan bagian dari kejahatan perdagangan manusia.  

Mereka diharuskan untuk mencoba mengatur pertemuan nyata bagi teman-teman mereka langsung di desa atau dari rumah calon pengantin.

Sementara itu, warga Taiwan yang tertarik menikahi pengantin asing,  harus menghubungi organisasi perjodohan resmi, menurut pihak NIA.

Mengejar pernikahan lintas negara melalui iklan  dianggap ilegal, dan merupakan pelanggaran terhadap hukum imigran.***

 

Sumber: Taiwan News. berbagai sumber

Editor: Oktavianus Cornelis

Tags

Terkini

Terpopuler