Rakyat Iran Murka: Buntut Razia Jilbab Polisi Moral yang Berujung Maut!

20 September 2022, 16:06 WIB
Para warga AS keturunan Iran menghadiri konvensi di California untuk menyatakan dukungan atas demo nasional di Iran, di Los Angeles, California, 11 Januari 2020. /Reuters


TEHERAN, KALBAR TERKINI - Unjuk rasa warga yang mengecam tindakan polisi moral di seluruh Iran mulai mereda pada Senin, 19 September 2022.

Kemarahan warga tersulut setelah kematian Mahsa Amini (22), usai ditangkap oleh polisi moral Iran, Selasa, 13 September 2022.

Amini koma setelah ditangkap dalam razia jilbab, kemudian meninggal dalam tahanan polisi di Teheran, Ibukota Iran.

Baca Juga: Israel Siap Hantam Iran, Herzog: Tak Berhak Melarang Bangsa Israel untuk Hidup!

Senin ini, dilansir Kalbar-Terkini.com dari Arab News, kepolisian nasional Iran menyebut kematian Amini sebagai 'insiden yang tidak menguntungkan'.

Insiden ini tidak ingin mereka lihat berulang, menurut laporan kantor berita semi-resmi Iran, Fars.

Kematian Amini memicu protes di seluruh negeri oleh warga Iran.

Warga menyatakan marah atas perlakuan aparat keamanan negara itu terhadap kaum wanita.

Baca Juga: Rakyat Iran Bahagia, Penista Islam Disebut dalam Perjalanan ke Neraka

“Tuduhan pengecut telah dilontarkan terhadap polisi Iran. Kami akan menunggu sampai hari penghakiman," tegas Komandan Polisi Teheran, Hossein Rahimi.

"Tetapi, kami tidak bisa berhenti melakukan pekerjaan keamanan,” tambahnya.

Protes berlanjut pada Minggu, 18 September 2022.

Tagar #MahsaAmini menjadi tagar teratas yang pernah ada di Twitter berbahasa Persia akibat kemarahan orang-orang Iran marah atas kematiannya.

Kematian Amini menghidupkan kembali seruan kepada aparat.

Baca Juga: Iran 'Cuek Bebek' Tanggapi Penikaman Salman Rushdie, Marandi: Aneh...

Aparat harus mengendalikan tindakan terhadap perempuan, yang diduga melanggar aturan berpakaian.

Sehari setelah pemakamannya di Kurdistan, hampir semua pers Iran menulisnya di halaman depan pada Minggu.

“Bangsa ini telah menyatakan kesedihannya atas kematian menyedihkan Mahsa,” tulis halaman depan Javan, surat kabar ultra-konservatif.

Berasal dari provinsi Kurdistan barat laut, Amini sedang berkunjung bersama keluarganya ke Teheran ketika dia ditahan pada Selasa.

Baca Juga: Putin Gunakan Kembaran ke Iran, Budanov: Siapa yang Turun Terpincang-pincang di Teheran?

Ratusan pengunjuk rasa berkumpul pada Minggu di sekitar Universitas Teheran.

Mereka meneriakkan: "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan," menurut video online.

Kini, tagar #MahsaAmini telah mencapai 1,63 juta mention di Twitter.

Ada juga protes di Kurdistan pada Sabtu, 17 September 2022, termasuk di pemakaman di kota kelahirannya, Saqez.

Polisi menekan demonstrasi di Saqez.

Video yang diposting online menunjukkan setidaknya satu orang cedera kepala.

Di Saqez, beberapa warga melemparkan batu ke kantor gubernur.

Pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan yang menentang pihak berwenang.

Menurut Behzad Rahimi, seorang anggota parlemen untuk Saqez,beberapa orang terluka di pemakaman itu.

"Salah satu dari mereka dirawat di Rumah Sakit Saqez setelah dipukul di ususnya dengan bantalan bola," katanya.

Kelompok hak asasi Kurdi Hengaw menyatakan, mengatakan, 33 orang terluka di Saqez.

“Mahsa yang terhormat, nama Anda akan menjadi simbol," tulis salah satu surat kabar keuangan di Asia pada Minggu.

Tulisan ini muncul ketika rkayat Iran masih terguncang akibat kematian wanita itu.

Unit polisi –yang bertanggung jawab untuk menegakkan aturan berpakaian Iran untuk wanita – telah menghadapi kritik.

Kritik ini meningkat dalam beberapa bulan terakhir atas penggunaan kekuatan yang berlebihan.

“Orang-orang terkejut dan marah dengan apa yang terjadi pada Mahsa Amini,” publikasi reformis Etemad.

Etemad mencatat, negara tersebut telah mengalami 'berbagai contoh kekerasan oleh polisi moral'.

Harian Jomhouri-e Eslami memperingatkan terhadap 'fragmentasi sosial'.

Ini ditulis telah dipicu oleh 'perilaku kekerasan' dari petugas unit.

Semenara itu, Presiden Ebrahim Raisi berjanji kepada keluarga bahwa dia akan menindaklanjuti kasus tersebut.

“Putri Anda seperti anak saya sendiri. putri saya, dan saya merasa kejadian ini terjadi pada salah satu kerabat saya sendiri," katanya lewat telpon.

Namun, beberapa media yang lebih konservatif berusaha untuk melawan rentetan kritik.

Surat kabar harian Pemerintah Iran menuduh kaum reformis 'mengeksploitasi sentimen publik'.

Mereka dianggap menggunakan insiden yang 'tidak menguntungkan' itu, untuk menghasut bangsa melawan pemerintah dan presiden.

Salah satu surat kabar ultra-konservatif, Kayhan, mengklaim, 'jumlah rumor dan kebohongan yang menyebar setelah kematian Mahsa telah meningkat pesat'.

“Namun. publikasi gambar insiden ini oleh polisi menghentikan oportunis untuk mengeksploitasinya,” bantah publikasi tersebut.***

Sumber: Arab News

Editor: Slamet Bowo SBS

Sumber: Arab News

Tags

Terkini

Terpopuler