KALBAR TERKINI - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tengah dinanti publik.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 tersebut mempermasalahkan Pasal 168 tentang sistem pemilu.
Lewat gugatan tersebut enam pemohon di antaranya Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Baca Juga: Tiket Flame Fest 2023 Bisa Dibeli di Empat Warkop Ini di Pontianak, Buruan!
Sistem pemilu di Indonesia saat ini menganut prinsip proporsional terbuka yang digunakan untuk memilih anggota legislatif di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat (2).
"Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka," demikian bunyi pasal tersebut.
Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh setiap partai politik peserta pemilu.
Sistem proporsional terbuka di Indonesia digunakan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Sementara itu, menurut Buku Pemilu Dalam Transisi Demokrasi Indonesia: Catatan Isu dan Kontroversi (2018) oleh Januari Sihotang, sistem proporsional tertutup adalah sistem pemilihan di mana rakyat hanya memilih partai.
Dengan begitu, wakil rakyat terpilih nantinya ditetapkan oleh partai politik berdasarkan nomor urut.