"Masalah nyawa tidak satu atau dua, saya minta vonis seberat-beratnya, jangan dipakai guyonan seperti ini," ungkap orangtua korban Tragedi Kanjuruhan, Cholifatul Noor.
Sementara itu, menanggapi hasil vonis persidangan Tragedi Kanjuruhan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ungkap tiga fakta yang disebut menyebabkan tewasnya 135 orang tersebut.
Komisioner Komnas HAM bidang Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing mengungkapkan fakta pertama yaitu situasi stadion yang sudah terkendali.
"Adanya situasi lapangan stadion yang bisa dikendalikan dan dikuasai hingga pukul 22.08.56 WIB, namun aparat memilih untuk mengeluarkan tembakan gas air mata," ungkap Uli.
Fakta kedua, penembakan gas air mata dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak.
Fakta ketiga, Komnas HAM menilai tidak ada upaya dari aparat kepolisian untuk menahan diri dengan menghentikan tembakan.
Berdasarkan ketiga fakta yang ditemukan tersebut, Komnas HAM menilai para terdakwa memiliki kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata.
Khususnya tiga terdakwa dari aparat kepolisian yang memegang komando dalam pengamanan di lokasi tragedi.
Komnas HAM meminta dan mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan upaya hukum lain seperti banding dan kasasi.***