Sinopsis Film Penumpasan Pengkhianatan G30 S PKI Berkisah Tentang Kematian Tragis Para Jenderal Di Indonesia

- 29 September 2023, 12:04 WIB
Sinopsis Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI
Sinopsis Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI /Tangkapan layar Instagram @officialtrans7

KALBAR TERKINI – Sinopsis Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI yang mengisahkan tentang tragedi lubang buaya dan kematian tragis para Jenderal di Indonesia.

Beberapa tahun lalu, film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI sempat dilarang tayang dan cukup susah untuk mencarinya.

Saat ini film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI dapat kita tonton lagi disejumlah stasiun televisi maupun secara streaming.

Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI pertama kali dirilis tahun 1985 yang diproduksi pada 1984. Disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer serta diproduseri G Dwipayan.

Baca Juga: Simak Manfaat Madu Untuk Kesehatan Tubuh Jika Rutin di Konsumsi Salah Satunya Membantu Menghidrasi Kulit

Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI menceritakan tentang sejarah kelam bangsa Indonesia yang diperingati setiap tanggal 30 September.

Peringatan G30 S/PKI adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tengah malam pada tanggal 30 September menuju 1 Oktober tahun 1965.

Ketika itu tujuh perwira tinggi militer Indonesia dan beberapa orang lain dibunuh dalam suatu usaha kudeta, mereka lalu dikubur dalam satu lubang, yang disebut Lubang Buaya.

Sinopsis

Diaroma di Lubang Buaya Jakarta. Parajendral Angkatan Darat diasupkeun kana sumur.
Diaroma di Lubang Buaya Jakarta. Parajendral Angkatan Darat diasupkeun kana sumur. galura.co.id

Berikut Sinopsis film Penumpasan Pengkhiatan G30 S/PKI yang dilansir KalbarTerkini.com dari laman BKPP Demak.

Baca Juga: Mengenang 7 Pahlawan Revolusi yang Meninggal dalam Insiden G30 S PKI dan Lubang Buaya

Pada malam 30 September 1965, kolonel Untung, Komandan Batalyon Cakrabirawa melakukan kudeta.

Dengan terorganisir, atas nama PKI mereka melakukan penculikan para jenderal. Dalam peristiwa G30S/PKI, 7 jenderal terbunuh, salah satunya adalah Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan.

Malam 30 September 1965, sekelompok tentara mengepung sebuah rumah di Jalan Hasanuddin 53, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mereka mengepung dengan membawa senjata laras panjang. Pemilik rumah adalah seorang perwira TNI Angkatan Darat yang saat itu sedang berada di sebuah kamar di lantai dua rumahnya.

Baca Juga: BEGINI Sejarah Kelam Tragedi Pemberontakan G30S PKI, Tewaskan 6 Jenderal dan Satu Perwira dalam Satu Malam

Dia tak tau apa-apa dan terlihat biasa saja malam itu. Dengan mengenakan seragam militer lengkap, Brigadir Jenderal Donald Isaac Pandjaitan berkaca ke sebuah cermin di lemari besar.

Beberapa kali ia merapikan seragamnya agar tidak terlihat kusut. Tentara sudah mulai masuk dan menguasai lantai satu rumah. Tembakan pun dilepaskan.

Perabotan rumah dihancurkan dan menjadi sasaran tembakan. Istri dan anak DI Pandjaitan yang juga berada di lantai dua mulai dinaungi ketakutan.

Asisten rumah tangga mereka melaporkan bahwa dua keponakan DI Pandjaitan yang berada di lantai satu, yaitu Albert dan Viktor sudah tertembak.

DI Pandjaitan terlihat tetap tenang dan menganalisa keadaan.

Pandjaitan kemudian turun ke lantai satu rumahnya yang sudah dikuasai oleh orang-orang berseragam.

Pasukan tentara yang mengepung rumah Pandjaitan tersebut berasal dari satuan Cakrabirawa, pasukan khusus pengawal Presiden Soekarno.

Saat sudah berada di hadapan para tentara, Pandjaitan diminta untuk segera naik ke truk yang akan mengantarkannya ke Istana.

Mereka mengatakan bahwa Jenderal berbintang satu itu dipanggil oleh Presiden Soekarno karena kondisi darurat.

Sebelum itu Pandjaitan menyempatkan diri untuk berdoa yang menyebabkan para tentara semakin marah.

Seorang tentara memukulkan popor sentaja, tapi ditepis oleh Pandjaitan lalu menghantam wajahnya. Tentara yang lain marah.

Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat itu ditembak. DI Pandjaitan pun tewas seketika.

Jenazah Pandjaitan kemudian dimasukkan dalam truk dan dibawa pergi. Darah dari pria kelahiran Balige, Sumatera Utara itu berceceran di teras rumah.

Penembakan itu disaksikan oleh putri sulungnya, Catherine. Setelah gerombolan tentara pergi, ia mendatangi tempat ayahnya ditembak.

Catherine memegang darah ayahnya sambil menangis histeris lalu mengusapkan ke wajahnya.***

 

Editor: Yuni Herlina

Sumber: berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah