KALBAR TERKINI - Pengamat Kebijakan Publik, Universitas Panca Bhakti Pontianak, Herman Hofi Munawar ingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat (Kalbar) untuk berhati-hati saat memutuskan penghentian ekspor bauksit.
Pasalnya, dikhawatirkan kebijakan stop ekspor bauksit tersebut akan berefek domino terutama bagi daerah yang memiliki tambang bauksit seperti Kalbar.
Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Pertama, karena smelter di Kalbar dianggap belum cukup untuk melakukan hilirisasi pemurnian biji bauksit menjadi alumina atau nikel.
Baca Juga: Harisson Resmi Dilantik Sebagai Ketua KORMI Kalimantan Barat Periode 2023-2027
“Walau kita sudah ada beberapa smelter, tapi tidak sepenuhnya siap,” ujar Herman Hafi.
Ketidaksiapan yang dimaksud oleh Herman adalah kapasitas smelter.
Produksi bauksit di Kalbar cukup besar. Tahun 2019 saja, tercatat 11.608.937 metrik ton (MT) yang diproduksi.
“Bukti bahan baku bauksit kita banyak, sementara kapasitas smelter kita tidak banyak,” jelasnya.
Di sisi lain, kebijakan stop ekspor bauksit dikhawatirkan berdampak sosial, misalnya pemutusan hubungan kerja atau PHK di perusahaan tambang.